Cerita Singkat Adhar anak PUA FITI
Sebagai seorang pelajar dari Sekolah Dasar ( SD ) hinga sampai ke Sekolah Menengah atas ( SMA). Saya hanya mampu menyaksikan, mendengar dan melihat teriakan-teriakan oleh para Mahasiswa dijalan-jalan Kota dengan menggenggam pengeras suara ( Megaphone) di tangannya melalui Televisi. Dengan bahasa dan kalimat- kalimat “ILMIAH” yang dilontarkan oleh mereka, membuat saya bingung dan bertanya, apa maksut atau arti dari pada kalimat yang mereka teriaki, apa inginnya, kepada siapa, dan tujuannya apa.
Setelah saya melanjutkan Studi di salah satu Kampus ISLAM di kota Semarang, tepatnya di “Universitas Islam Sultan Agung Semarang”
dengan Program studi “Teknik Sipil” angkatan 2012.
Sejak itu saya menyaksikan penampilan-penampilan dari Unit Kegiatan Mahasiswa ( UKM ) yang bervariatif. Saya kala itu tertarik dengan UKM “Mahasiswa Pecinta Alam” MAPALA yang namanya ARGAJALADRI. Satu tahun saya mengenyam pendidikan di UNISSULA dengan segala proses yang saya tekuni hingga menjadi salah satu anggota di MAPALA-ARGAJALADRI angkatan GANENDRA BHADRIKA/ANGKATAN 2012 dan Saya di beri nama Beruk. Sejak inilah sikap dan pikiran-pikiran kritis tertanam dalam jiwa. Saya meresa apa yang saya terima itu adalah baik untuk diri saya pribadi, masyarakat, Bangsa Dan Negara. Sebab, saya sedang menyadang gelar mulia sebagai Mahasiswa/Kaum Intelektual yaitu; “AGENT of CHANGE”.
Sejak di Argajaladri, saya sering melakukan aksi-aksi advokasi lingkungan dengan sesama anggota aktif Argajaladri dan kawan-kawan pemerhati Lingkungan Lainya, seperti LBH, Sebumi, SMI dsb.
Selanjutnya pada 19 Mei 2014, Saya dan kawan-kawan sedaerah ( satu kampung ) membentuk wadah paguyuban dengan nama IKATAN MAHASISWA SAPE SEMARANG yang disingkat IMSAS. Saya dipilih sebgai Sekretaris Umum di Organisasi tersebut.
Tak lama menjabat sebgai Sektum di IMSAS dan Staf di Argajaladri, pada Mei 2014 saya kembali di percaya oleh kawan-kawan saya untuk menjabat sebagai Ketua Umum Mahasiswa Nusa Tenggara Barat yang sedang mengenyam pendidikan di Kota Semarang dengan nama Organisasi "Ikatan Silaturahmi Mahasiswa NTB-Semarang atau yang di singkat ISMA NTB-Semarang" dengan masa jabatan satu tahun.
Pada tanggal 01 November 2014 saya didelegasi atau mewakili Mapala Argajaladri Unissula untuk mengikuti kegiatan formal di kota Bandar Lampung, Lampung. kegiatan itu adalah Forum tertinggi Mapala Se-Indonesia dengan nama "Temu wicara-Kenal Medan. Pada kesempatan itu, melalui kesepakatan Forum saya dipilih sebegai "Tim Delegasi" atau Tim penulis Karya Ilmiah khusus persoalan Lingkungan untuk direkomendasikan ke-DIKTI dengan kedudukan sebagai HUMAS di TWKM selanjutnya,Karawang Jawa Barat tahun 2015.
Pada tanggal 20 April 2015, saya dan abang saya Muh.Iksanul yakin atau sering di panggil "Baba Can" membentuk wadah nasional yaitu; Koalisi Nasional Pemuda untuk Perubahan Indonesia di singkat "KOSNAPI". Pada kesempatan HARDIKNAS 02 Mei 2015 adalah kali pertama KOSNAPI Turun Kejalan Kota dan berorasi politik dengan sikap sesuai realita Negara saat ini seperti yang diliput oleh beberapa kawan-kawan wartawan Kota semarang di bawah ini.
"Home > METRO BERITA > Mahasiswa Semarang Tolak Kapitalisasi Pendidikan
Mahasiswa Semarang Tolak Kapitalisasi Pendidikan
2 Mei 2015 METRO BERITASEMARANG – Kapitalisasi pendidikan menjadi sorotan mahasiswa Semarang yang bergabung dalam Koalisi Nasional Untuk Perubahan Indonesia (Kosnapi). Mereka menganggap orientasi penyelenggaraan sistem pendidikan nasional sekarang ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2.
“Pasal itu berbunyi ‘Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’. Namun kenyataannya pendidikan kita malah dijadikan lahan komersialisasi oleh pemerintah yang orientasinya untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya,” kata Adhar selaku Koordinator Aksi Peringatan Hardiknas oleh Kosnapi di depan Kantor DPRD Kota Semarang, Sabtu (2/5).
Pihaknya menginginkan agar pemerintah menghentikan praktik kapitalisasi pendidikan dan melaksanakan pendidikan gratis dari TK sampai perguruan tinggi.
“Pendidikan yang berkualitas identik dengan harga mahal, seperti di UI dan ITB untuk satu bangku calon mahasiswa harus membayar Rp 75 juta. Apakah mungkin rakyat Indonesia yang sebagian besar petani, nelayan, dan buruh dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas?,” tegasnya.Mereka berharap pemerintah segera memperjelas kebijakan-kebijakan terkait sistem pendidikan nasional, salah satunya uang kuliah tunggal (UKT) disetiap perguruan tinggi. “Realisasikan secara total anggaran pendidikan 20% dari APBN (tidak termasuk gaji pendidik) sesuai amanat UUD 1945,” harapnya. (ans)"
Komentar
Posting Komentar