Langsung ke konten utama

RENUNGAN MALAM ATAS MALAPETAKA SEHINGGA SANG BIMA LUKA IA TELAN

RENUNGAN MALAM ATAS MALAPETAKA
SEHINGGA SANG BIMA LUKA IA TELAN


Pasca Banjir Banda di Kab. dan Kota BIMA

BIMA..
Secara geografis Kota Bima terletak di bagian timur Pulau Sumbawa pada posisi 118°41'00"-118°48'00" Bujur Timur dan 8°20'00"-8°30'00" Lintang Selatan. Tingkat curah hujan rata-rata 132,58 mm dengan hari hujan: rata-rata 10.08 hari/bulan. Sementara matahari bersinar terik sepanjang musim dengan rata-rata intensitas penyinaran tertinggi pada Bulan Oktober, dengan suhu 19,5 °C sampai 30,8 °C.

Kota Bima memiliki areal tanah berupa: persawahan seluas 1.923 hektare (94,90% merupakan sawah irigasi), hutan seluas 13.154 ha, tegalan dan kebun seluas 3.632 ha, ladang dan huma seluas 1.225 ha dan wilayah pesisir pantai sepanjang 26 km.
(Wikipedia.2010)

Pada kesempatan yang saya tulis ini, saya ingin mengajak semua lapisan masyarakat untuk merenungi pasca kejadian banjir bandang, Rabu 21 Desember 2016, yang enimpa Dana Mbari (sebutan leluhur) Kota Bima dan Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa, NTB. Banjir bandang susulan terjadi di Kota Bima, Jumat 23 Desember, sekitar pukul 12.30 WITA.

Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTB, ribuan rumah yang tersebar di lima kecamatan di Kota Bima terendam air setinggi 1 hingga 2 meter. Sebanyak 105.758 penduduk di kota Bima terkena dampak bencana.

Tidak ada laporan korban jiwa akibat bencana alam tersebut. Namun, nilai kerugian diperkirakan mencapai ratusan miliar karena kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, telekomunikasi, listrik, dan fasilitas umum.

Arsitektur alam (topografi) Dana Mbari ini perkiraan saya seperti wajan. Pemukiman warga--masyarwkat Kabupaten dan Kota Bima tersebut dikelilingi gunung-gunung, meski terpisah secara administratif.
Ada manusia, flora dan fauna yang hidup berdampingan, kelompok ini adalah satu kesatuan tak terpisahkan yang menjaga stabilitas alam raya itu sendiri.

BIMA...
Dengan potensi alam begitu sangat menjajikan keberlanjutan hidup masyarakatnya. Namun lagi-lagi, biasanya, hilirnya adalah kerakusan dan keserakahan penghuni (yang berpikir itu adalah manusia) alam itu akibat kurangnya kesadaran menjaga lingkungan, apalagi kesadaran mengadvokasi lingkungan itu sendiri dari oknum atau kelompok yang sebenarnya tidak di harapkan tindakannya yang berorientasi merusak. Sehingga muaranya adalah malapetaka.
Bagaimana tidak, Bumi semakin panas karena terjadi pemanasan global (global warming) yang terjadi karena diakibatkan adanya perubahan iklim (climate change). Global warming ini juga memicu berbagai bencana seperti badai dan topan, naiknya air laut, serta kekeringan di satu wilayah tetapi terjadi banjir yang hebat di wilayah lain. Kekacauan iklim terjadi karena rusaknya alam dan lingkungan hidup secara massif di seluruh pelosok bumi. Selain itu, semakin langkahnya sumberdaya alam padahal kebutuhan manusia semakin meningkat menyebabkan terjadinya penguasaan dan pengambil alihan kawasan tertentu dan kemudian di eksploitasi seperti tambang atau dialih fungsikan untuk kebutuhan industry. Ujung-ujungnya, alam dan lingkungan hidup menjadi terbatas, terpolusi, dan rusak. Keadaan yang yang mengancam kesejahteraan bahkan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Bukan saja ancaman yang secara nyata akan terjadi pada masa kini lebih-lebih akan menjadi ancaman bagi kehidupan di masa-masa mendatang. Pohon dan berbagai tumbuhan juga binatang tidak bisa bersuara untuk memprotes bila terjadi kerusakan dan kehancuran alam dan lingkungan yang diakibatkan oleh manusia-manusia serakah. Apalagi bersauara pada manusia yang memiliki kuasa, baik modal, senjata, apalagi kebijakan yang mampu memporakporandakan alam dan lingkungan. Demikian pula rakyat, di banyak tempat rakyat sering menjadi korban bukan hanya terusir dari kawasannya tetapi tercerabut seluruh sendi-sendi kehidupannya. Bahkan tidak sedikit yang kehilangan nyawa untuk mempertahankan tanah dan airnya, alam dan lingkungan tempatnya lahir dan hidup.

Soal daerah saya, kampung yang saya cintai, BIMA.
Saya tidak ingin bertanya soal siapa yang salah, atas peristiwa ini. Tidak objektif nantinya.
Saya ingin peran, peran semua yang berakal, apa setelah kemarahan alam imi yang harus kita sikapi. Wabil khusus kepada pemangku kuasa (Bukan Tuhan). Tidak lain adalah kelompok "TRIAS POLITIKA". Saya yakin, siapapun yang baca ini, sedikitnya sudah paham, apa triaspolitika itu, kemudian bagaimana keharusannya. Maka saya tidak perlu mengupasnya secara ditel.

Sebut saja Pemerintah.
Dia harus selalu tampil, tanpa kompromi kepada seluruh masyarakatnya.
Sebagai penyelenggara negara, keberaturan hidup masyarakat secara keseluruhan, Ia harus mampu mencegah hal-hal dengan orientasi perusakan--kerusakan, menjaga, memelihara dan mengatur setiap baik yang hidup hingga benda-benda mati dalam wilayah teritorialnya.
Agar kejadian semacam ini kita carikan sebabnya secara objektif, sehingga tidak menjadikan Tuhan sebagai aktor utama, penyebab terjadinya banjir itu.
Kemudian Keberaturan dan keseimbangan alam serta ekosistem hutan di Bima, tentu hal menjadi perhatian oleh kita semuannya. Ia (alam harus stabil).

Menurut Muhammad Indarwan kadarisman yang juga putra Bima (saya mengenalnya lewat tulisannya dan hanya tulisannya di bawah ini, yang dikirimkan oleh Cikal via group line). "Banyak hikmah yang bisa di ambil, saya mencoba melihat beberapa sisi lain dari musibah ini. Banjir ini adalah banjir terbesar dan terparah sejak 50-an tahun terakhir sejak Kota Bima berdiri. Kota Bima merupakan dearah transit seperti Provinsi Banten dengan potensi ekonomi yang besar pada sektor pelayaran, kelautan dan hasil-hasil perikanan, pertanian dan kehuatanan.
Bima ialah kota yang secara geografis di kelilingi oleh Kabupaten Bima seperti kota Bogor tempat saya menuntut ilmu hari ini, dan keunikan lainya ialah aristektur alam yang indah dengan pegunungan-pegunungan besar di sekelilingnya. Fenomena ini seperti sebuah tembok besar yang melindunginya Kota Bima. Arsitektur alam ini tidak biasa, melainkan sudah Allah takdirkan dan memiliki banyak kebermanfaatan namun di sisi lain juga bisa menjadi potensi bahaya yang besar. Maka keberaturan dan keseimbangan alam serta ekosistem hutan inilah yang selama ini ikut menjaga kota Bima.

Mengenai banjir ini. Penuturan mereka bahwa kerusakan hutan yang semakin besar, terutama di pegunungan Wawo Kabupaten Bima (salah satu titik awal air banjir) menjadi salah satu benang merah musibah ini. Faktor lain menurut penuturan mereka ialah, banyaknya peristiwa-peristiwa amoral beberapa tahun terakhir menjadi keresahan sendiri bagi masyarakat Kota Bima.

Pada sisi ekologi, kerusakan hutan menyebabkan voleme air yang selama ini harusnya bisa diserap oleh pori-pori tanah, akar pohon dan semua ekosistem hutan sekarang tidak tertampung lagi. Hal ini meningkatkan aliran permukaan _(surface run off)_. Daya infiltrasi tanah sudah sangat rendah akibat kerusakan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, pencurian kayu dan hasil hutan lainya, serta pembalakan liar, eksploitasi potensi SDA salah satunya tambang emas _illegal_ yang marak di pegunungan Kec Wawo Kabupaten Bima belakangan ini, dan fenomena kerusakan ekologi lainya semakin parah. Klimaks dari kerusakan ekologi bertemu pada satu garis lurus dengan fenomena cuaca ekstrim el nino yang melanda daerah timur Indonesia. Bima dengan karakteristik iklim monsoon (kering) dan curah hujan rendah (rata-rata di bawah 2000 mm/tahun) sangat jarang terjadi hujan dengan volume air besar dan dalam jangka waktu yang panjang.

Hujan deras yang mengguyur Kota Bima dan Kabupaten Bima selama tiga hari penuh meningkatkan volume air, sehingga semua aliran permukaan _(surface run off)_ yang besar ini tidak tertampung lagi di pegunungan-pegunungan besar (read :hutan alam) yang mengelilingi kota Bima. Aliran _surface run off_ ini menuju ke wilayah kota yang notabenenya ialah daerah rawa. Kota Bima banyak terdapat aliran sungai, dan merupakan daerah hilir. Kondisi ini diperparah dengan pola pembangunan kota dan taman-taman kota yang tidak memperhatikan konsep drainase air, jalan-jalan kota dan bangunan-bangunan tidak memprioritaskan adanya daerah resapan air yang terpola dengan banyaknya aliran sungai yang banyak terdapat di kota.

Pengelolaan daerah hulu (pegunungan-pegunungan dan hutan) oleh Pemerintah Kabupetan Bima juga sangat perlu diperhatikan. Sebagian besar volume air ini berasal dari daerah hulu (read : Kabupaten Bima). Otonomi daerah sekarang jangan dimanfaatkan dengan pemaknaan _overestimate_ yang sebebas-bebasnya mengatur rumah tangga sendiri, bahkan dengan adanya desentralisasi pengelolaan hutan pada tingkat daerah bukan berarti pemerintah daerah seenaknya mengeskploitasi sumber daya hutan dan penebangan dengan volume kayu yang besar tanpa ada standar volume dan batas diameter tebang sesuai dengan ketentuan TPPI (Tebang pilih tanam Indonesia).

Pemerintah Kabupaten Bima juga harus memperhatikan regenerasi hutan alam yang ditebang, dengan melakukan penanaman kembali dengan siklus normal yang harusnya ditaati yaitu 35 tahun. Keseimbangan eksosistem hutan harus dijaga dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya serta kolaborasi kebijakan untuk lingkungan untuk pemerintah kota dan kabupaten.

Kerusakan ekologi ini juga berkorelasi kuat dengan perilaku manusia, jika akhlak manusia dan nilai-nilai kemanusiaan menurun, maka kerusakan alam akan meningkat. Ketentuan ini sudah menjadi ketetapan seperti kurva J terbalik pada konsep regenerasi hutan. Jika nilai-nilai kemanusiaan dan perilaku manusia mengalami dekadensi, maka faktor kerusakan alam akan mengalami kenaikan. Jika hutan sudah tidak mampu mempertahankan fungsinya, maka ketidakseimbangan ekosistem akan terjadi sehingga terjadi keruskaan dan berdampak kerugian berupa harta dan jiwa.

Konteks ini telah Allah jelaskan dalam firman-Nya di Qs. Ar-Ruum : 41. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan pada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Semoga kita semua bisa mengambil hikmah untuk musibah yang menimpa Dana Mbojo tercinta hari ini.

Dalam keseimbangan ekologi, jumlah penduduk yang makin tinggi, akan meningkatkan kebutuhan terhadap sumber daya alam. Potensi SDA yang besar ada di hutan-hutan, sehingga akan semakin marak terjadi _Illegal loging_, tambang emas _illegal_, dan saling memperebutkan lahan sehingga kadang terjadi saling bunuh antar warga. Hutan menjadi sasaran akses masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pengambilan hasil hutan tidak dilarang, karena justru karena membantu tumbuhnya hutan yang lestari, hanya saja pola eksploitasi yang berlebihan dan tanpa ada dasar pemahaman dan kesadaran yang akan menyebabkan kerusakan dan ketidakseimbangan ekosistem.

Realitas sosial ini menunjukan penurunan nilai-nilai kemanusiaan dan kesadaran akan lingkungan hidup. Beberapa tahun terakhir banyak kasus pembunuhan dan perang antar warga, keamanan dan kenyamanan hidup sosial bertetangga dan bermasyarakat semakin menurun, etika dan akhlak para remaja juga menunjukan tingkat peningkatan menuju amoral yang sesungguhnya.

Realitas sosial ini menurut saya pribadi perlu segera dilakukan rekonstruksi moral dan pendidikan mental pada anak muda dan remaja kota Bima. Kerusakan dan musibah ini hanya salah satu alarm awal untuk Bima, perang dan saling bunuh hanya dampak dari realitas sosial yang sesungguhnya telah rapuh. Ini hanya seperti gunung es, masalah sesungguhnya tidak terlihat dan jauh lebih besar, ialah dekadensi moral dan akhlak dan dampaknya berkorelasi positif pada kerusakan alam. Faktor ini walaupun tidak sepenuhnya karena kualitas SDM yang rendah, dimana IPM (Indeks Pembangunan Manusia) NTB masuk dalam lima kelas terendah di Indonesia, namun perlu mendapat perhatian serius semua pihak, terutama pada sektor pendidikan.

Peradaban besar itu bangkit dari ketinggian moral dan akhlak masyarakatnya. Bima sebagai kota pendidikan dengan banyaknya sekolah dan institusi pendidikan yang bertebaran memiliki potensi besar, potensi ini juga menemukan klimaksnya pada titik bonus demografi anak-anak mudanya hari ini menjadi kota pelajar, kota ilmu pengetahuan, kota ekonomi, kota wisata dan kota teladan. . . .
(Bersambung)." Katanya.
 Setelah ini apa (?)
Perbaikan, pak Qurais...!
Belajar dari ini, premaisuri Raja...!

#PrayforBima
#PeduliBima
#SaveBima
#BantuBimaberbenah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIMPU MBOJO TAMPIL DI SEMARANG Semarang---Minggu, 20 November 2016 Sekarang giliran RIMPU (Busana adat Mbojo/Bima yang dikenakan putri-putrinya) eksis dan harus terus tampil di Semarang oleh Pelajar atau Mahasiswa yang mengenyam pendidikan di Kota Semarang. Perihal ini adalah agar tetap mempertahankan Budaya asli Dou Mbojo. Dou artinya Orang, Mbojo adalah nama suku orang Bima yang berarti (Orang Bima). Dalam kesempatan ini teman-teman mahasiswa dari KAB maupun Kota Bima ikut berpartisipasi dlm agenda Kirab Budaya dengan tema "PANCASILA RUMAH KITA". Diselenggarakan Pemerintah Kota Semarang. RIMPU dalam perspektif KAB/KOTA [Kab.Bima] Rimpu merupakan sebuah budaya dalam dimensi busana pada masyarakat Bima (Dou Mbojo). Budaya "rimpu" telah hidup dan berkembang sejak masyarakat Bima ada. Rimpu merupakan cara berbusana yang mengandung nilai-nilai khas yang sejalan dengan kondisi daerah yang bernuansa Islam (Kesultanan atau Kerajaan Islam). [KOTA BIMA] Rimpu a
Resume "Khittah Perjuangan" HMI MPO Oleh: Kader HMI MPO PENDAHULUAN Khittah Perjuangan HMI merupakan dokumen yang menggambarkan konsepsi ideologi sebagai upaya kader memberi penjelasan tentang cara pandang HMI mengenai semesta eksistensi yang wajib diakui, kebenaran yang wajib diperjuangkan, jalan hidup yang wajib dijunjung tinggi, cita-cita yang perlu diraih, dan nilai-nilai yang mengikat atau menjiwai kehidupannya secara individual dan sosial. Muatan Khittah Perjuangan merupakan penjabaran konsepsi filosopis; azas, tujuan, usaha, dan independensi. BAB I AZAS 1.  Keyakinan Muslim Keyakinan merupakan dasar dari setiap gerak dan aktivitas hidup manusia. Tiap-tiap sistem keyakinan memiliki konsepsi tersendiri dalam mengantarkan pengikutnya pada pemahaman dan kepercayaan terhadap Tuhan.  Pertama , sistem keyakinan empiris atau ilmiah yang obyeknya didasarkan pada sesuatu yang nyata. Kelemahannya, sistem keyakinan ini tidak dapat menjelaskan sisi di luar indrawi.

SPIRIT ISLAM, NASIONALISME DAN MODERNITAS

SPIRIT ISLAM, NASIONALISME DAN MODERNITAS Oleh: Adhar Pada abad ke-20 Masehi, negara-negara yang di bawah kekuasaan imperialisme Barat (Eropa) mengalami gerakan nasionalisme yang tujuannya untuk menghapus pengaruh kekaisaran Eropa dan mendirikan negara sendiri secara otonom atau mendirikan negara merdeka berdaulat. Akhirnya umat Islam pun bangkit, dengan spirit, semangat persatuan dan cita-cita kemerdekaan untuk melepaskan diri dari penjajahan kolonial Eropa yang diilhami oleh semangat nasionalisme Islam. Muncullah gerakan-gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh para mujaddid (tokoh-tokoh pembaharu) di berbagai negara Islam. Indonesia sendiri adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan yang menerapkan nilai-nilai kesatuan melalui Islam Modrernitas sebagai strategi menjunjung tinggi jiwa nasionalisme dan ditandai dengan penerapan sistem demokrasi  terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (USA) dan India. Indonesia memiliki keberagaman etnis, kelompok, da